Sebagai negara dengan kekayaan hutan dan maritim yang besar, sektor Forest and Other Land Use (FOLU) atau sektor kehutanan dan lahan, serta sektor perairan dan kelautan Indonesia merupakan solusi iklim berbasis alam yang sangat potensial. FOLU di Indonesia memiliki potensi untuk mengurangi 60-70% dari total emisi gas rumah kaca nasional. Dari sektor perairan dan kelautan, ekosistem karbon biru yang mencakup hutan mangrove, padang lamun, rawa, dan terumbu karang sangat berpotensi untuk menyerap dan menyimpan karbon.
Namun, Indonesia menghadapi banyak tantangan yang signifikan dalam mewujudkan potensi tersebut, seperti deforestasi, degradasi lahan, dan praktik-praktik yang tidak berkelanjutan. Meski memiliki potensi besar sebagai solusi berbasis alam, sektor FOLU juga merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia, dengan angka sebesar 50%. Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan target FOLU Net Sink 2030 yang ambisius melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. Namun, masih terdapat kesenjangan antara dana yang dibutuhkan untuk mencapai target FOLU Net Sink 2030 dan dana yang tersedia, yang mencapai Rp74 juta triliun. Kurangnya pendanaan berdampak pada terhambatnya implementasi solusi berbasis alam seperti reforestasi, rehabilitasi mangrove, dan pertanian berkelanjutan. Jika komitmen ini tidak dilaksanakan, alam akan terancam, dan penduduk lokal serta ekonomi nasional akan merasakan dampak krisis iklim.
Sesi "Surga yang Terancam atau Terlindungi?: Kekayaan Alam Indonesia untuk Solusi Iklim" bertujuan untuk mendiskusikan potensi sumber daya alam Indonesia yang dapat menjadi kekuatan dalam menyusun strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, sehingga implementasi nyata dapat mencapai target FOLU dan mengatasi ancaman di seluruh sektor.