Perbincangan tentang krisis iklim dan pentingnya transisi energi di ranah internasional telah mendapatkan momentum yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Diskursus mengenai transisi energi pun semakin terlihat di Indonesia dengan meningkatnya komitmen pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 Indonesia menjadi 31,89% tanpa syarat (unconditionally) dan 43,20% dengan syarat (conditionally). Meskipun demikian, tindakan yang dikerahkan masih belum memadai untuk menjaga harapan 1,5°C tetap hidup.
Beberapa kerangka kerja dan peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung transisi energi. Namun, kenyataannya hingga 2023, persentase bauran energi Indonesia masih didominasi oleh energi fosil sebesar 86,92%. Upaya-upaya lain juga sudah dilakukan oleh Indonesia, seperti keterlibatan dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) yang bertujuan untuk memberikan pendanaan sebesar US$21,7 miliar untuk proyek-proyek transisi energi berkeadilan. Sayangnya, JETP yang telah disepakati sejak tahun 2022 belum juga membuahkan hasil. Sekalipun terlaksana, Indonesia masih membutuhkan dana yang besar untuk melaksanakan proses transisi energi. Pada saat yang sama, Indonesia berisiko memberikan kesan yang kontradiktif karena negara tetap memberikan subsidi untuk energi fosil dan kewajiban pasar domestik terhadap produksi batubara.
Sesi "Can We Get Serious Now? Percepat Transisi Energi Terbarukan Sekarang!" mempertemukan pembicara dari sektor swasta dan pemerintah untuk mendiskusikan urgensi dan langkah yang harus dilakukan Indonesia dalam upaya transisi energi terbarukan sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan.